Thursday 18 August 2022

Melawan lupa; 3 tahun rasisme 19 Agustus 2019-19 Agustus 2022

 PERNYATAAN SIKAP !!

Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) Komite Kota Malang


Salam Pembebasan Nasional Papua Barat

Amolongo, Nimo, Koyao, Koha, Kinaonak, Nare, Yepmum, Dormum, Tabe Mufa, Wainambe, Walak, Foi Moi, Acemo, Nayaklak wa wa wa wa wa


Perjuangan rakyat Papua Barat dalam hak penentuan nasib sendiri merupakan proses yang telah diperjuangkan oleh Masyarakat Papua Barat. Sebuah manifesto kemerdekaan telah berevolusi sejak perjuangan Hak Penentuan Nasib Sendiri menjadi konsep dasar di bawah panji perjuangan rakyat Papua Barat. Sejak Manifesto dan revolusi rakyat Papua Barat pada 01 Desember 1961 merupakan konstitusi perjuangan rakyat Papua Barat yang telah merdeka sama seperti bangsa-bangsa lain di belahan bumi. Namun, Bangsa Papua Barat tersebut diperhadapkan dengan beragam perjanjian-perjanjian yang tidak melibatkan rakyat Papua Barat satu pun. Perjanjian sepihak itulah, tanah dan rakyat bangsa Papua Barat yang telah merdeka dijadikan sebagai alat ekonomi politik oleh negara penguasa di antaranya, Indonesia, Belanda dan Amerika Serikat sehingga menghasilkan pengalihan kekuasaan bangsa Papua Barat ke Indonesia tanpa Hukum Internasional yang jelas dan meredam kemerdekaan sejati-nya Rakyat West Papua.


Rakyat Papua Barat, masih beranggapan bahwa perjuangan dalam Hak Penentuan Nasib Sendiri telah menjadi bagian yang melakat untuk terus diperjuangkan dalam merebut Hak Penentuan Nasib Sendiri menjadikan hak aspirasi dan hak tuntutan untuk menuntut bahwa mengapa dengan sepihak Bangsa Papua Barat diAneksasi atau dipaksa memasukan Papua Barat ke Indonesia? Padahal, Rakyat Papua Barat telah Menentukan Nasib Sendiri sama seperti bangsa-bangsa lain. Apakah memang bangsa Papua Barat dijadikan seperti itu? Dan mengapa Bangsa Papua Barat yang merdeka lalu Amerika Serikat, Indonesia,dan Belanda serta termasuk PBB atau UNTEA mengambil alih untuk menggagalkan negara Papua Barat? Apakah itu sah? .Juga, Mengapa Indonesia menjajah Rakyat Papua Barat yang kini telah 60-an Tahun dengan gaya dan system serta militernya yang ganas? Serta mengapa perusahan-perusahan multi Internasional dapat beroperasi dan menjadikan ladang bisnisnya di Papua Barat?


Bangsa yang pernah merdeka adalah bangsa yang telah deklarasikan untuk menjadi sebuah negara. Dan Memiliki alat-alat kebangsaan dan Ideologi seperti, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan, Symbol Kenegaraan, Mata Uang, Bahasa dan batas wilayah serta system pemerintahan. Maka, Deklarasi 01 Desember 1961 rakyat bangas Papua Barat merupakan kenegaraan yang sah, sama seperti negara-negara lainnya. Konsep kenegaran yang telah merdeka tidak perlu memperdebatkan untuk menggagalkan atau integrasikan dengan wilayah lain. Maka, Ketidakadilan, Ketidakwenangan yang dilakukan merupakan kondisi yang tidak manusiawi atas rakyat Papua Barat; ap lagi jika Hukum Internasioal telah salah dalam menangani hak Penentuan nasib sendiri. Dari deretan sejarah bahwa gugusan pulau Papua dari Sorong sampai Samarai terbagi menjadi dua bagian: Bagian pertama Papua Timur adalah PNG yang telah merdeka sejak 16 September 1975 dari pemerintah Australia dan bagian kedua, Papua Barat merupakan dearah yang telah deklarasikan kemerdekaan sejak 01 Desember 1961. Namun kini Papua Barat tergolong dalam penjajahan Indonesia karena sejak 01 Mei 1963 secara dianeksai bangsa Papua Barat dimasukan ke dalam system Indonesia tanpa keterlibatan rakyat Papua Barat.


Maka, hal yang paling wajar dijelaskan atau diuraikan bahwa mulai dari deklarasi Papua Barat hingga pada Ilegal Tranfer yang dilakukan oleh UNTEA melalui beberapa kesapakan yakni New York Agreement, 15 Agustus 1962 dan Roma Agreement, 30 September 1962 yang pada akhirnya meresahkan rakyat Papua Barat dari Ilegal Transfer itu. Sehingga tidak ada tuntutan rakyat Papua Barat atau kemauan rakyat Papua Barat untuk menyatakan hidup bersama Indonesia. Tetapi Ilegal Transfer atau Aneksasi adalah sepihak. Dalam Melihat kondisi seperti ini, merunjuk pada intisari proses Aneksasi yang gagal hukum tersebut dan pada akhirnya menimbulkan Indonesia menjajah bangsa Papua Barat dengan gaya Indonesia tersendiri.

Pada momentum hari proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Bangsa West Papua menetapkan tanggal 17 Agustus sebagai hari memperingati Rasisme sebagaimana yang telah kita saksikan di Surabaya pada tahun 2019 lalu. 17 Agustus akan terus diperingati sebagai bentuk protes terhadap Negara yang belum pernah selesaikan persoalan Diskriminasi Rasial dan Kemanusiaan yang terus mengurangi populasi Manusia Papua.


Gerakan rakyat Papua melawan Rasisme ini terjadi di 23 kota di West Papua, 17 kota di Indonesia, dan 3 kota di luar negeri sejak 19 Agustus 2019 lalu. Tiga tuntutan utama adalah mengutuk rasisme, mengadili pelaku insiden rasisme di Jawa dan menuntut hak menentukan nasib sendiri bagi bangsa Papua melalui referendum kemerdekaan. 


Pemicu protes besar-besaran tersebut adalah persekusi rasis terhadap mahasiswa West Papua di beberapa kota di Indonesia. Secara berurutan persekusi itu terjadi di Malang pada 15 Agustus 2019, di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019, serta di Semarang pada 18 Agustus 2019. Namun pemicu utamanya adalah insiden di Surabaya yang mana beberapa anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) berulang kali meneriakkan kata “monyet” kepada para mahasiswa. Kata “monyet” belakangan direbut kembali oleh gerakan dan menjadi simbol resistensi Gerakan Rakyat Papua Melawan Rasisme, serta masih banyak digunakan hingga hari ini. Hingga Pada tahun 2022 ini, banyak orang West Papua memperingati 17 Agustus, Hari Kemerdekaan Indonesia, sebagai Hari Anti-Rasisme Nasional. 


Dan jika kita lihat watak negara dalam kasus ini, justru negaralah yang memiliki watak rasis. Misalnya, lima tentara yang melakukan tindakan rasis terhadap mahasiswa West Papua di Surabaya hanya diskors. Hanya satu dari lima tentara itu yang pernah diadili di pengadilan militer. Sersan Dua Unang Rohana dinyatakan bersalah karena tidak mematuhi perintah (indisipliner), bukan karena ujaran kebencian, dan hanya dijatuhi hukuman masa percobaan selama dua bulan, artinya ia tidak masuk penjara. Tidak satu pun anggota polisi yang dihukum atas tindakan mereka yang tidak proporsional terhadap para mahasiswa.  


Sedangkan rakyat Papua yang melakukan protes atas tindakan rasisme itu, justru ditangkap, dipersekusi, dipenjarakan bahkan ditembak dengan alasan yang tidak mendasar. Sejumlah aktivis ditangkap, termasuk dengan Victor Yeimo yang hingga kini masih dalam tahanan. Artinya pelaku ujaran kebencian rasialis ini justru tidak diberi sanksi, sedangkan rakyat Papua yang merupakan korban rasisme ini, diberi sanksi seberat-beratnya. Ini menunjukan bahwa watak dari negara ini, adalah watak rasialis terhadap rakyat Papua. 


Sehingga Protes Rakyat Papua pada 17 Agustus ini adalah bentuk Pemberitahuan kepada seluruh Rakyat Indonesia bahwa Rakyat Papua sebagai korban Diskriminasi Rasial belum mendapatkan keadilan dari konstitusi RI. Keberadaan Victor Yeimo dan tahapan politik lainnya di penjara adalah bukti bahwa, hukum di Negara ini belum menjamin keadilan bagi Rakyat Papua. Jadi aksi pada tanggal 17 Agustus ini bukan untuk mengganggu kemerdekaan bangsa Indonesia, tapi sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa, ada pelanggaran HAM dan persoalan Diskriminasi yang belum diselesaikan oleh pemerintah Indonesia.


Oleh sebab itu, kami yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Malang dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) menyatakan sikap dengan tegas:

1. Mengugat! New York Agremeent 15 agustus 1962

2. Indonesia, Belanda, Amerika dan Pbb segera bertangung jawab atas kesepakatan

ilegal

3. Cabut Tolak Otsus Jilid II

4. Tolak 3 Daerah otonomi Baru (DOB)

5. Tarik Militer (TNI-Polri) Organik dan Non-Organik dari Seluruh Tanah Papua Sebagai

Syarat Damai.

6. Tutup Freeport, BP LNG Tangguh, MNC, dan yang Lainnya, yang Merupakan Dalang

Kejahatan Kemanusiaan di atas Tanah Papua.

7. Indonesia, Belanda, Amereika Serikat Harus Bertanggung Jawab atas Penjajahan dan

pelanggaran HAM yang Terus Terjadi terhadap Bangsa West Papua

8. Demiliterisasi West Papua.

9. Buka akses Jurnalis Internasional dan Nasional ke West Papua.

10. Bebaskan Victor Yeimo, Alpius wonda dan seluruh tahanan politik Papua

11. Hentikan Rasisme terhadap Rakyat papua

12. Stop teror, intimidasi dan kriminalisasi Mahasiswa Papua, Aktivis Ham, PRODEM

dan seluruh aktivis pembela kemanusiaan

13. Berikan Hak Menentukan Nasip Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Bangsa

West Papua


Demikian pernyataan sikap ini, kami buat atas landasan tuntutan rakyat Papua sebagai bangsa tertindas, atas perjuangan dan solidaritas rakyat tertindas, kami ucapkan salam juang dan salam persatuan. 


Medan Juang, 17 Agustus 2022











No comments:

Pandangan politik dan ekonomi Papua

Kekuatan terbesar dalam perjuangan ada pada rakyat. Saya rasa perjuangan secara diplomasi sangat sulit karena ini bukan di era 60an,tapi sec...